Kisah bahari yang terbangun di dalam novel Racun memang menarik. Emosi para tokoh di dalam novel ini begitu jelas digambarkan. Khususnya ketika Salbiyah menerima racun titipan ibunya (Ainah) yang kala itu sudah sekarat dan terbaring lemah di saat racun itu terus menggerogoti tubuh lemahnya. Antara kepercayaan, keyakinan, agama, ilmu gaib, persekutuan dengan makhluk halus dan cinta tak luput menjadi pembahasan yang kuat dan dibangun dengan indah didalamnya. Banyak pelajaran kehidupan yang bisa dipetik di dalam novel ini yang pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa segala sesuatu pasti akan kembali dan hanya bergantung kepada-Nya, tak ada yang lebih hebat dan kuat daripada-Nya.
Bulkini dapat mengolah kalimat dengan
bahasa yang cukup mudah dipahami sehingga pembaca dapat membayangkan suasana
yang dialami oleh para tokoh. Alur ceritanyapun menarik. Ia bisa membangun rasa
penasaran pembacanya dengan teka teki dan pertanyaan yang dialami oleh para
tokohnya sehingga membuat penikmat karangannya tak ingin berhenti membaca hingga
selesai novel ini.
Terkadang terdapat kata-kata dalam
Bahasa Banjar dalam novel ini, ada baiknya kata tersebut di berikan penjelasan
di catatan kaki atau halaman khusus di akhir novel agar pembaca dari luar
Kal-Sel dapat memahaminya.
Sebagai novelis muda kalimantan Selatan
kiranya Muhammad Bulkini patut diacungi jempol dan pantas atas prestasinya meraih
juara aruh sastra Kal-Sel yang ke 10 belum lama tadi. Saya merasa beruntung
mendapatkan kesempatan untuk membaca dan
memiliki novel ini. makasih radar Banjarmasin ;)